Rabu, Juni 9th, 2021

POJOK HUKUM

Referensi Berita Akurat,Independen ,Berimbang

Delapan Pasal Karet Yang Termuat Dalam RUU KUHP

Rabu, 9 Juni 2021 by Redaktur : Cahaya Harahap,S.H.

Pojokhukum.com – Pemerintah melalui kementerian hukum dan ham mulai melakukan kembali sosialisasi tentang rancangan undang-undang kitab undang-undang hukum pidana (RUU KUHP). Pasal yang dinilai akan banyak memenjarakan orang sebab bersifat multitafsir akan disosialisasikan pada bulan juli 2021.

Dari pasal dukun santet sampai pasal penghinaan terhadap kepala negara akan diterapkan di KUHP baru sebagai pengganti KUHP lama yang merupakan warisan zaman kolonial belanda.

Mengkritik dan menghina kepala negara akan diancam 4.5 tahun penjara

Menghina dan merendahkan martabat presiden maupun wakil presiden akan di ancam maksimal 3.5 tahun penjara, jika penghinaan tersebut dilakukan menggunakan media sosial atau sarana elektronik, maka akan menjadi 4.5 tahun penjara.

Pasal tersebut tertuang dalam BAB II TINDAK PIDANA TERHADAP MARTABAT PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN. Bagian Kedua Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden. 

Pasal 218 ayat 1 berbunyi:

Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 219 berbunyi:

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Penodaan Agama Di Bui Maksimal 5 Tahun

Pasal 304

Setiap Orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Pasal 305

(1) Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, menempelkan tulisan atau gambar, atau memperdengarkan suatu rekaman, termasuk menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304, dengan maksud agar isi tulisan, gambar, atau rekaman tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

(2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama maka dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.

Ancaman Penjara Jika Promosi Pembunuh Bayaran-Dukun Santet

Tidak saja tentang perkara presiden atau agama, perkara Ghaib pun telah tertulis di RUU KUHP yang baru, yang mana jika orang mendeklarasikan dirinya mampu menyantet ataupun membunuh orang maka dapat dipidana.

Pasal 249 (Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana)

Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana untuk melakukan Tindak Pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Kemudian pada pasal selanjutnya yakni Pasal 252 mengancam orang yang mendeklarasikan diri mempunyai kekuatan gaib juga diancam pidana penjara. Berikut pasalnya:

Pasal 252

(1) Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

(2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).

Ngeprak Didenda Rp 10 Juta

Baca juga  Propaganda Koruptor, Kredibilitas Jaksa Agung diserang Hingga ke Ranah Pribadi

Ngeprank atau menjebak orang dengan sengaja demi konten vlogger atau youtuber nya maka bersiaplah menjadi tersangka, sebab dalam RUU KUHP telah membuat aturan tentang kenakalan terhadap orang dan tindakan mencoret-coret banguan atau fasilitas umum

Setiap orang yang di tempat umum melakukan kenakalan terhadap orang atau barang yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, atau kesusahan dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.

Dalam Pasal 79 ayat 1 RUU KUHP disebutkan, ancaman denda kategori II maksimal Rp 10 juta. Selain nge-prank, yang masuk delik ini adalah mencoret-coret tembok di jalan umum.

 

Mengkritik sampai dengan menghina Presiden/Wapres Tak Diancam Penjara

Pasal 218 ayat 1 berbunyi:

Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Nah, ancaman hukuman penjara naik 1 tahun apabila penghinaan itu dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik lainnya. Lalu apakah kritik ke pemerintah termasuk delik pidana? Dalam Penjelasan RUU KUHP, hal itu dinyatakan tegas bukan delik pidana.

“Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik ataupun pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah,” demikian bunyi penjelasan draf RUU KUHP yang dikutip detikcom, Minggu (6/6/2021)

Pidana Adat Diakui

KUHP saat ini tidak mengenal hukum pidana adat, meski di banyak tempat masih hidup pidana adat. Namun, dalam draft RUU KUHP, hukum pidana adat diakui sebagai salah satu sumber hukum negara sehingga bisa menjadi sumber hukum positif.

Pengakuan itu tertulis tegas dalam Pasal 2 RUU KUHP.

“Dalam Undang-Undang ini diakui pula adanya Tindak Pidana atas dasar hukum yang hidup dalam masyarakat atau yang sebelumnya dikenal sebagai Tindak Pidana adat untuk lebih memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat,” demikian bunyi Penjelasan RUU KUHP.

LGBT Terancam 9 Tahun Penjara

RUU KUHP kini mengancam orang yang melakukan perbuatan cabul dengan pidana penjara. Baik dilakukan oleh beda jenis kelamin atau sesama jenis kelamin. Hukuman akan diperberat bila ada unsur paksaan.

Termaktub dalam pasal Pasal 420 “Yang dimaksud dengan ‘perbuatan cabul’ adalah segala perbuatan yang melanggar norma kesusilaan, kesopanan, atau perbuatan lain yang tidak senonoh, dan selalu berkaitan dengan nafsu birahi atau seksualitas.”

Pasal 420 RUU KUHP pada ayat 3 menyebutkan jelas perbuatan cabul terhadap lawan jenis atau sesama jenis bisa terancam hukuman penjara 9 tahun.

Hukuman pencabulan diperberat menjadi 12 tahun penjara apabila korban luka berat. Dan bila korban mati, ancaman hukuman naik menjadi 15 tahun penjara.

Tunawisma Diancam Rp 1 Juta

RUU KUHP yang baru kelak akan mengatur tentang para Tunawisma atau pun bukan yang dengan sengaja tidur di jalan atau menggelinding akan diancam 1 juta rupiah, hal tersebut jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan Perda DKI yang memiliki denda 20 juta rupiah dan kurungan selama 60 hari.

Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I (Maksimal Rp 1 juta).

Perzinahan diluar nikah Terancam 6 Bulan Penjara

Dalam Pasal 418 RUU KUHP, pasal zina akan diluaskan terhadap siapa pun yang hidup bersama sebagai suami-istri di luar perkawinan. Atau lazimnya disebut dengan istilah ‘kumpul kebo’. Pasal 418 ayat 1 itu:

Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Denda Kategori II adalah maksimal Rp 10 juta. Namun, ‘kumpul kebo’ itu harus ada aduan dari suami, istri, orang tua, atau anaknya hingga kepala desa (kades) yang apabila di wilayahnya ada perbuatan ‘kumpul kebo’.

Tags :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *