Jaksa Agung : Hukuman Mati Bagi Koruptor Merupakan Langkah Preventif Untuk Mencegah Kasus Serupa (ASABRI) Tidak Terulang Kembali
Pojokhukum.com – Kejaksaan Agung tampaknya tidak bermain-main lagi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor). Langkah tegas diambil kejaksaan dalam penegakan hukum mega skandal kasus ASABRI dan Jiwasraya.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, penjatuhan hukuman pidana mati terhadap terdakwa kasus tindak pidana korupsi (tipikor) untuk memberikan efek jera agar kasus serupa tidak terulang kembali.
“Hukuman mati pada para terdakwa tindak pidana korupsi. Hal ini bertujuan menimbulkan efek jera sekaligus sebagai upaya preventif penegakan hukum di bidang tindak pidana korupsi,” kata Burhanuddin dalam keterangannya, Kamis (16/12).
Selain itu, Jaksa Agung memastikan Kejaksaan akan berkomitmen dalam hal penegakan hukum secara konsisten dan tegas serta tidak pandang bulu, khususnya di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa, penegakan hukum di bidang tindak pidana korupsi tersebut tidak hanya berorientasikan pada bentuk penghukuman secara badan saja, namun dalam hal ini Kejaksaan juga berkomitmen untuk mengembalikan kerugian negara yang timbul dari tindakan korupsi para pelaku.
“Menjaga dan meningkatkan marwah Kejaksaan juga harus didukung dan ditunjang oleh profesionalitas dan integritas para Jaksa, salah satu tugas dan agenda utama pada saat saya diberi mandat oleh Presiden untuk menjabat Jaksa Agung adalah memulihkan marwah institusi Kejaksaan yang mana salah satu faktor utama dalam upaya tersebut adalah dengan meningkatkan integritas dan profesionalitas setiap individu insan Adhyaksa,” tegasnya.
Sebelumnya, Hukuman mati yang diajukan jaksa dalam perkara korupsi PT ASABRI terhadap terdakwa Heru Hidayat karena kerugian yang ditimbul mencapai Rp 16,8 triliun. selain itu Heru Hidayat melakukan secara berulang, yaitu Jiwasraya dan ASABRI.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan bahwa skema kejahatan yang dilakukan terdakwa di kedua kasus mega korupsi tersebut sangat sempurna dan dilakukan secara berulang-ulang.
Selain itu, kejaksaan juga mengatakan bahwa Heru Hidayat tak memiliki empati karena tak beritikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperolehnya secara sukarela.