Memperingati Hari Anak Sedunia, Masih Banyak Hak Anak Yang Dilanggar dan Ditelantarkan
Pojokhukum.com – Selamat Hari Anak Sedunia! 20 November 2021 menjadi bulan untuk memperingati Hari Anak Sedunia atau Universal Children’s Day.
Dikutip dari laman United Nations, Hari Anak Sedunia November 2021 bertemakan A Better Future for Every Child yang artinya “Masa Depan yang Lebih Baik untuk Setiap Anak”.
Peringatan ini di inisiasi oleh Organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 1954.
Sejarah di balik penetapan Hari Anak Sedunia oleh PBB adalah sebagai bentuk kepedulian PBB terhadap masalah yang berkaitan dengan hak-hak anak dunia. Seperti hak pendidikan, hak bermain, hak menerima kasih sayang, hak mendapatkan asupan nutrisi bergizi, dan hak lainnya.
Pembentukan Hari Anak Sedunia, untuk mengubah pola pikir para orang tua dalam memperlakukan anak agar lebih baik lagi. Terkhusus yang berkaitan dengan kesejahteraan anak-anak. Dalam hal ini, kita harus sadar bahwa hak anak bukanlah hak spesial, melainkan hak dasar yang memang sudah seharusnya mereka terima.
Peringatan Hari Anak Sedunia pun dilakukan sebagai Self Reminder untuk diri kita sebagai para orang tua yang masih terus mengeksploitasi hak dari anak-anak. Selain itu sebagai warning bahwa telah banyak anak-anak di seluruh dunia yang masih mengalami kekerasan dalam bentuk pelecehan, eksploitasi, dan diskriminasi.
Di beberapa negara Anak-anak masih tenggelam dalam kesengsaraan, masih banyak hidup di jalan, menderita karena perbedaan baik suku, ras, dan agama.
Sedangkan di Indonesia sendiri masih terdapat kesenjangan kehidupan anak-anak yang cukup lebar satu sama lainnya. Terlebih pada saat covid-19 melanda Indonesia, situasi tersebut turut memperburuk kehidupan anak-anak karena banyak diantaranya kehilangan orang tua mereka.
Penting untuk terus memperjuangkan hak anak, sebagai masyarakat, mengikuti isu-isu anak dan lebih meningkatkan kesadaran di Hari Anak Sedunia akan turut membuat kehidupan anak-anak menjadi lebih baik.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatat kasus kekerasan terhadap anak setiap tahunnya melalui sistem informasi online (Simfoni-PPA). menggambarkan bahwa masih banyak terjadi kekerasan dan eksploitasi terhadap anak.
Angka kekerasan pada anak disebut meningkat dalam rentang waktu 2019-2021. Jenis kekerasan seksual dan eksploitasi pada anak terlihat mengalami peningkatan di masa pandemi Covid-19.
Menurut data Kemen PPPA, jumlah kekerasan terhadap anak pada 2019 sebanyak 11.057 kasus terdiri dari kekerasan fisik 3.401 kasus, kekerasan psikis 2.527 kasus, seksual 6.454, eksploitasi 106 kasus, tindak pidana perdagangan orang (TPPO) 111 kasus, penelantaran 850 kasus, dan kasus kekerasan lainnya 1.065 kasus.
Pada 2020, jumlah kekerasan terhadap anak meningkat menjadi 11.278 kasus, di antaranya kekerasan fisik 2.900 kasus, psikis 2.737 kasus, kekerasan seksual 6.980 kasus, eksploitasi 133 kasus, TPPO 213 kasus, penelantaran 864 kasus, dan kasus kekerasan lainnya sebanyak 1.121.
Terbaru pada 2021 data Januari-September, jumlah kekerasan pada anak sebanyak 9.428 kasus. Terdiri dari kekerasan fisik 2.274 kasus, psikis 2.332, seksual 5.628 kasus, eksploitasi anak 165 kasus, TPPO 256 kasus, penelantaran 652 kasus, dan kasus kekerasan lainnya sebanyak 1.270 kasus.
Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar menyebut angka kekerasan itu hanya kasus yang terlapor di laman pengaduan Simfoni milik KemenPPPA. Tidak menutup kemungkinan bahwa angka kekerasan pada anak jauh lebih tinggi namun tidak dilaporkan.