Jaksa Menuntut Hukuman Mati untuk Predator anak, Pemerkosa 13 Santriwati di Bandung Jawa Barat
PojokHukum.com – Pelaku rudapaksa terhadap belasan santriwati di Bandung Jawa Barat mendapat tuntutan berlapis dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Herry terancam dijatuhi Hukuman Mati dan atau Kebiri secara Kimia oleh pengadilan Tinggi Jawa Barat.
Herry Wirawan yang merupakan kepala pondok pesantren Madani Boarding School dinyatakan bersalah telah melakukan tindakan pencabulan terhadap belasan santriwatinya, hingga ada yang melahirkan dua kali.
“Dalam tuntutan kami, pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai bukti komitmen kami memberi efek jera pada pelaku atau pada pihak-pihak lain yang akan melakukan kejahatan (seksual),” Ucap Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Asep N Mulyana kepada media, Selasa (11/1).
Dalam tuntutannya, Jaksa Asep menyebutkan, Selain tuntutan hukuman mati, Kejati Jawa Barat pun memberikan hukuman tambahan berupa kebiri kimia.
“Kedua, kami juga menjatuhkan atau meminta kepada hakim untuk menjatuhkan tambahan pidana tambahan berupa pengumuman identitas yang disebarkan melalui hakim dan hukuman tambahan berupa tindakan kebiri kimia,” ujarnya.
Dan ketiga, Asep menuturkan, Kejati meminta kepada Majelis hakim untuk menjatuhkan pidana sebesar Rp 500 juta rupiah dan Subsider selama satu tahun kurungan dan mewajibkan kepada terdakwa untuk membayarkan restitusi kepada anak-anak korban yang totalnya mencapai Rp 330 Juta rupiah.
Sebelumnya, Herry Wirawan melakukan aksi bejat terhadap 13 santriwatinya di beberapa tempat, yakni di Yayasan pesantren, hotel, hingga apartemen.
Fakta pada persidangan menyebutkan, terdakwa merudapaksa korban di gedung Yayasan KS, pesantren TM, pesantren MH, basecamp, Apartemen TS Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, dan Hotel R.
Peristiwa itu berlangsung selama lima tahun, sejak 2016 sampai 2021. Akibat perbuatan Herry, delapan orang melahirkan sembilan bayi. Bahkan, ada satu orang yang melahirkan dua kali.
Atas perbuatannya itu, jaksa penuntut umum menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa Herry Wirawan. Herry disebut terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
8 Alasan Kejaksaan menjatuhi Hukuman Mati dan atau Kebiri Kimia
Kekerasan seksual yang dilakukan Herry Wirawan cukup mencederai dunia pendidikan dan pondok pesantren. Sehingga Kejaksaan Tinggi memiliki alasan khusus dan pemberatan terhadap Herry. Hal itu disampaikan Kepala Kejaksaan tinggi Jawa Barat, Asep N Mulayana, seusai sidang tuntutan kasus asusila yang dilakukan Herry di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa (11/1) kemarin.
hal yang menjadi pemberatan dakwaan Herry Wirawan adalah :
Mengacu Konvensi PBB
Jaksa Asep menjelaskan, kasus Herry Wirawan yang merudapaksa 13 santriwati masuk kategori kejahatan kekerasan seksual.
“Mengacu kepada konvensi PBB menentang penyiksaan hukuman yang tidak manusiawi di mana perbuatan terdakwa masuk kategori kekerasan seksual,” ujar Asep kepada Media di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kota Bandung, Selasa, (11/1).
Kekerasan Seksual pada Anak Didik
Asep melanjutkan, kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa dilakukan pada anak didiknya yang merupakan perempuan asuh yang berada dalam relasi kuasa.
“Jadi anak anak berada dalam kondisi yang tidak berdaya karena berada dalam tekanan pelaku dan kedudukan pelaku selaku pendiri pengasuh sekaligus pemilik pondok pesantren,” lanjut Asep.
Berpotensi Merusak Kesehatan Korban
Berikutnya, kejahatan kekerasan seksual yang dilakukan Herry Wirawan terhadap 13 santriwati berpotensi merusak kesehatan hingga menularkan penyakit kepada korbannya.
“Kekerasan terdakwa ini itu berpotensi merusak kesehatan anak terutama karena di bawah usia 17 tahun,” ucapnya.
“Bukan hanya membahayakan kesehatan anak perempuan yang hamil di usia dini, tapi berisiko menularkan penyakit HIV, Kanker Serviks dan meningkatkan angka morbiditas (orang dengan keluhan kesehatan),” tegas Asep.
Aksi Herry Berpengaruh pada Psikologis dan Emosional Korban
Asep mengungkapkan, nafsu seks Herry Wirawan tinggi hingga tak mengenal waktu. Ia menilai perbuatan terdakwa ini berpengaruh terhadap psikologis dan emosional anak secara keseluruhan.
Herry Lakukan Kekerasan Seksual Secara Sistematik
Selanjutnya, kekerasan seksual yang dilakukan Herry terhadap belasan anak didiknya itu direncanakan dan dilakukan secara sistematik.
“Kekerasan seksual oleh terdakwa terus menerus dan sistematik.”
“Bagaimana mulai merencanakan mempengaruhi anak-anak mengikuti nafsu seks dan mengikuti dan tidak mengenal waktu pagi, siang, sore, bahkan malam,” ujar Kepala Kejati Jabar.
Herry Pakai Simbol Agama untuk Lancarkan Aksinya
Herry Wirawan menggunakan simbol agama dalam lembaga pendidikan sebagai alat untuk memanipulasi perbuatannya hingga korban terpedaya.
“Terdakwa menggunakan simbol agama dalam pendidikan untuk memanipulasi dan alat justifikasi,” kata Asep.
Timbulkan Keresahan Sosial
Selanjutnya, perbuatan Herry Wirawan dinilai dapat menimbulkan dampak luar biasa di masyarakat.
Berpotensi Timbulkan Korban Ganda
Asep menambahkan, perbuatan Herry Wirawan berpotensi menimbulkan korban ganda.
“Perbuatan terdakwa berpotensi menimbulkan korban ganda menjadi korban kekerasan seksual dan korban ekonomi fisik yang menimbulkan dampak sosial berbagai aspek,” tutup Asep,kepada awak media (11/1).